Selasa, 25 Januari 2011

NUPTK

NUPTK Terbaru 2010 Provinsi Jawa Timur

Quantcast

Data NUPTK berikut adalah data per April 2010. Ada 35 dokumen file NUPTK kab./kota Jawa Timur yang siap diunduh.

KAB.BANGKALAN
KAB.BANYUWANGI
KAB.BLITAR
KAB.BOJONEGORO
KAB.BONDOWOSO
KAB.GRESIK
KAB.JEMBER
KAB.JOMBANG
KAB.LAMONGAN
KAB.LUMAJANG
KAB.MAGETAN
KAB.MALANG
KAB.MOJOKERTO
KAB.NGANJUK
KAB.NGAWI
KAB.PACITAN
KAB.PAMEKASAN
KAB.PASURUAN
KAB.SITUBONDO
KAB.SUMENEP
KAB.TRENGGALEK
KAB.TUBAN
KAB.TULUNGAGUNG
KAB_MADIUN
KAB_PONOROGO
KAB-KEDIRI
KOTA-BATU
KOTA-BLITAR
KOTA-KEDIRI
KOTA-MADIUN
KOTA-MALANG
KOTA-MOJOKERTO
KOTA-PASURUAN
KOTA-PROBOLINGGO
KOTA-SURABAYA

Dokumen lain yang siap diunduh:

Minggu, 23 Januari 2011

Ular Dandaung

Print This Post Print This Post
VN:F [1.9.3_1094]
Rating: 8.0/10 (171 votes cast)

Konon, dahulu kala ada sebuah kerajaan. Tidak disebutkan oleh pencerita apa nama kerajaan itu. Menurut cerita, kerajaan itu cukup besar. Negerinya kaya raya sehingga penghasilan rakyat melimpah ruah. Rajanya adil dan bijaksana. Kekayaan kerajaan bukan hanya dinikmati raja dan keluarganya, tetapi rakyat pun turut menikmati. Pantaslah jika kerajaan itu selalu dalam suasana tenteram dan damai. Dengan kerajaan-kerajaan lain pun, tidak pernah terjadi silang sengketa sehingga mereka dapat hidup berdampingan secara damai.

Sayang, ketenteraman itu tidak bertahan lama. Tidak disangka-sangka musibah datang menimpa mereka. Mereka bukan diserang musuh yang iri pada kemakmuran dan kerukunan kerajaan, tetapi oleh burung raksasa yang tiba-tiba muncul. Langit menjadi gelap gulita karena tubuh burung itu amat besar. Kepak sayapnya memekakkan telinga.

Karena serbuan burung raksasa itu demikian mendadak, rakyat kerajaan panik luar biasa. Mereka bingung dan tidak tahu akan berbuat apa menghadapi suasana itu. Mereka menyangka kiamat sudah datang.

Dalam sekejap mata, kerajaan itu musnah binasa dengan segala isinya. Bangunan rata dengan tanah. Pohon-pohon bertumbangan. Rakyat dijemput maut tertimpa pohon atau terbenam dalam reruntuhan rumah dan gedung mereka.

Ibarat sebuah negeri kalah perang, kerajaan yang sebelumnya subur makmur itu menjadi sebuah lapangan terbuka. Tiada tumbuhan, hewan, dan manusia di sana, kecuali raja bersama permaisuri dan ketujuh putrinya. Mereka bingung dan takut, barangkali datang serangan kedua. Jika hal itu terjadi, tamatlah riwayat mereka. Dengan mudah burung raksasa itu melihat mereka sebab tidak selembar daun lalang pun dapat dijadikan tempat untuk berlindung.

Akan tetapi, mereka tetap bersyukur kepada Tuhan karena terhindar dari malapetaka. Tuhan yang Mahabesar masih menginginkan kehadiran mereka di dunia.
Dalam keadaan tidak menentu itu mereka dikagetkan lagi dengan kejadian yang membuat mereka semakin putus asa. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba seekor ular raksasa hadir di depan mereka. Ular itu mengangakan mulutnya sehingga lidahnya yang besar dan berbisa bergerak-gerak keluar masuk mulutnya. Raja bersama permaisuri dan ketujuh putri berkumpul menjadi satu kelompok. Mereka sating merangkul. Raja berpikir, jika harus mati, biarlah mereka mati bersama menjadi mangsa ular raksasa itu.

ular dandaung“Paduka tak usah takut,” tiba-tiba ular itu berkata. “Hamba tidak akan mengganggu Paduka, permaisuri, dan putri-putri Paduka, asalkan Paduka mengabulkan permohonan hamba.”

Rasa takut raja sekeluarga berkurang mendengar ular itu dapat berbicara seperti manusia.

“Siapakah engkau? Apakah keinginanmu?” tanya sang raja.
“Nama hamba Dandaung. Ular Dandaung,” ujar ular raksasa itu. “Hamba ingin memperistri salah seorang putri Paduka.”

Tertegun sejenak sang raja mendengar permintaan Ular Dandaung. Seekor ular raksasa ingin memperistri anaknya? Tidak masuk akal ular menikah dengan manusia. la tidak berani menolak karena takut akibatnya.

“Aku tidak menolak, tetapi juga tidak menerima lamaranmu,” sahut sang raja. “Aku harus menanyakan hal ini kepada putriku satu per satu!”

Seorang demi seorang putrinya ditanya. Putri sulung sampai dengan putri keenam menolak diperistri Ular Dandaung. Sang raja sudah membayangkan akibat buruk yang akan mereka terima andaikata putrinya menolak.

“Hamba bersedia menjadi istrinya,” kata putri bungsu ketika ditanya ayahandanya.

Tentu saja kakak-kakaknya mengejek putri bungsu. Berbagai cemooh mereka lontarkan, tetapi putri bungsu menerimanya dengan tabah. Pendiriannya tidak tergoyahkan.

Pada suatu matam, putri bungsu terbangun dari tidur. Ia amat kaget karena bukan Ular Dandaung yang berbaring di sisinya melainkan seorang permuda tampan. Belum habis rasa herannya, pemuda itu berkata, “Aku bukan orang lain, aku suamimu si Ular Dandaung. Aku seorang raja yang Baru terbebas dari kutukan.”

Raja dan permaisuri terkejut melihat kejadian itu. Akan tetapi, mereka bangga mendapat menantu yang sangat tampan, apatagi is seorang raja. Hanya keenam putrinya tidak habis-habisnya menyesaii diri mereka.

Di kemudian hari terbukti bahwa di samping seorang raja yang tampan, Ular Dandaung juga seorang yang mempunyai kehebatan. Dengan kesaktiannya, burung raksasa yang menghancurkan kerajaan mertuanya dapat ditaklukkan dan dibunuh. Ia juga menciptakan sebuah kerajaan Baru, lengkap dengan segala peralatan dan rakyatnya.

Ketika mertuanya tidak mampu memerintah lagi, Ular Dandaung menggantikannya dan putri bungsu menjadi permaisurinya.

Anak Pipit Dan Kera

Print This Post Print This Post
VN:F [1.9.3_1094]
Rating: 8.4/10 (311 votes cast)

Tersebutlah seekor kera yang tinggal sendiri di atas pohon di dekat sebuah tepian. Kera itu ditinggalkan kawan-kawannya karena ia sombong dan mementingkan diri sendiri. Dia menganggap pohon tempat tinggalnya itu miliknya sehingga kera-kera lain tidak diizinkan tinggal di sana. Tepian mandi itu pun dianggap miliknya.

Ada seekor itik yang selalu pergi ke tepian itu. Dia senang mandi sepuas-puasnya di tepian itu setelah selesai mencari makan dan kenyang perutnya.

Pada mulanya, kera membiarkan itik itu mandi di tepian. Akan tetapi, ketika dia melihat air di tepian menjadi keruh setiap itik itu selesai dia pun marah.

“Cis tak tahu malu, mandi di tepian orang lain!” maki kera kepada itik yang baru saja selesai mandi. “Bercerminlah dirimu yang buruk rupa itu! Patukmu seperti sudu (paruh yang lebar). Matamu sipit seperti pampijit (kutu busuk)! Sayapmu lebar seperti kajang sebidang (selembar atap dari dawn nipah)! Jari-jarimu berselaput jadi satu! Enyahlah kau, itik jelek!”

Itik malu dan sakit hati dicemooh seperti itu. Ingin sekali dia menantang kera untuk berkelahi. Akan tetapi, dia takut dikalahkan kera besar itu. Dia pun menangis sepanjang jalan menumpahkan kekesalan dan kejengkelannya.

Seekor induk pipit yang sedang memberi makan kepada anak-anaknya terkejut. Dia melongokkan kepala dari sarangnya yang tinggi di atas pohon.

“Hai itik yang baik, mengapa engkau menangis sepanjang jalan? Beri tahu kepadaku apa sebabnya. Mungkin aku dapat menolongmu!”
“Kera besar di atas pohon di tepian itu menghinaku!” jawab itik. “Aku malu sekali! Itu sebabnya aku menangis!” Itik itu menangis kembali seperti tadi.
“Ooo begitu! Apa saja yang dikatakannya?”

Itik menceritakan kembali semua caci maki yang diucapkan kera. Mendengar penjelasan itik, induk pipit segera berkata, “Berhentilah menangis, itik yang baik! Besok kembalilah ke sana dan mandilah sepuasmu!”

“Aku takut! Aku malu dimaki kera itu lagi!”
“Jangan takut, itik yang baik! Kalau kera itu memakimu, balaslah! Sebutlah segala keburukannya!” Induk_pipit pun mengajari itik membalas cemoohan
kera.
“Terima kasih, induk pipit yang baik! Besok aku akan mandi lagi ke tepian dan nasihatmu akan kuturuti!” Dengan perasaan tenang, itik kembali ke rumah. Kekesalannya agak terhibur dengan nasihat induk pipit.
“Esok tahu rasa kau, hai kera yang sombong!” katanya dalam hati sambil tersenyum seorang diri.
Keesokan harinya, itik itu mandi sepuas-puasnya di tepian seperti biasa. Bukan main marahnya kera menyaksikan itik mengeruhkan air di tepian itu lagi.
“Hei, berhenti! Apakah engkau tetap tak punya rasa malu?” jeritnya dari atas dahan.

Itik pura-pura tidak mendengar jeritan itu. Dia terus mandi dan mengepak-ngepakkan sayapnya. Setelah puas, barulah dia naik ke tebing dan slap pulang ke rumah.

Seperti kemarin, kera kembali mencaci maki sepuas-puasnya. Dengan tenang itik mendengarkan. Setelah kera puas mengungkapkan keburukan dan kejelekannya, itik pun membalas, “Apakah engkau merasa cantik? Berkacalah di muka air di tepian itu! Tubuhmu ditumbuhi bulu-bulu kasar! Kepalamu seperti buah tandui (sejenis kuini/mempelam yang tumbuh di hutan) dilumu (dimasukkan ke mulut sambil diambil sarinya hingga tersisa biji dan ampasnya). Telapak tanganmu hitam kotor! Kuku-kukumu ….”

Belum selesai itik membalas caciannya, kera itu segera memotong, “Lancang sekali mulutmu! Tentu ada binatang lain yang memberi tahu kepada kamu!”

“Tentu saja, hai kera angkuh! Tidak jauh dari sini seekor induk pipit membuat sarang. Dialah yang mengajariku!”
“Kurang ajar! Aku akan datang ke sarangnya!”

Itik bergegas pulang ke Tumahnya. Dia memberitahu induk pipit tentang niat busuk kera sombong itu. “Alangkah bodohnya engkau!” kata induk pipit dengan kesai. “Seharusnya tidak kau sebutkan siapa yang mengajarimu! Rupamu bukan hanya jelek, tetapi engkau pun tolol!”

Belum sempat induk pipit bersiap-siap mengungsi, kera sudah mendatangi sarangnya dan langsung menerkamnya. Akan tetapi, dengan sigap induk pipit itu terbang. Sayang, anak pipit tidak sempat dibawa untuk menyelamatkan diri.

Dengan kejengkelan luar biasa kera memasukkan anak pipit itu ke dalam mulutnya. Sarang pipit diacak-acaknya. Kemudian, dia duduk di atas pohon itu menanti induk pipit kembali ke sarang untuk menjemput anaknya. Pada saat itulah, induk pipit akan diterkamnya.

Anak pipit sedih berada dalam kegelapan karena kera selalu mengatupkan mulutnya. Kera takut anak pipit itu terbang. Dalam keadaan itu, anak pipit mengeluh seorang diri. Setiap keluhannya dijawab kera dengan gumaman.

Anak Pipit Dan Kera“Apakah Ibuku sudah datang?”
“Mmm-mmm …!”
“Apakah Ibuku sudah mandi?”
“Mmrn-mmm …!”
“Apakah Bapak dan Ibu sudah tidur?”
“Ha-ha-ha-ha-ha …!”
Kera tidak dapat menahan geli. Dia tertawa mengakak hingga mulutnya terbuka lebar Anak pipit tidak melewatkan kesempatan baik itu. Dia terbang mencari induknya.
“Kurang ajar!” kera menyumpah sejadi-jadinya.

Dia merasa tertipu. Apalagi anak pipit itu meninggalkan sesuatu di dalam mulutnya. Di daun lidahnya ada kotoran anak pipit. Kera benar-benar merasa kalah. Bukan saja karena ditinggalkan anak-beranak itu, melainkan karena mendapat kotoran anak pipit.

Kera marah bukan main. Akal sehatnya hilang. Dia mencari sembilu yang tajam dan kotoran anak pipit itu bukan dikaisnya dengan sembilu, melainkan lidahnya yang dipotong. Darah pun tak henti-hentinya mengalir dari Iidahnya. Dia menggelepar-gelepar kesakitan, lalu jatuh dari dahan dan mati seketika. Tamatlah riwayat kera besar yang sombong itu.

Dongeng Seekor Nyamuk

Print This Post Print This Post
VN:F [1.9.3_1094]
Rating: 8.4/10 (302 votes cast)

Di suatu negeri antah-berantah bertahtalah seorang raja yang arif bijaksana. Raja itu hidup bersama permaisuri dan putra-putrinya. Rakyat sangat mencintainya. Istananya terbuka setiap waktu untuk dikunjungi siapa saja. Ua mau mendengar pendapat dan pengaduan rakyatnya. Anak-anak pun boleh bermain-main di halaman sekitar istana.

Di negeri itu hidup juga seorang janda dengan seorang anaknya yang senang bermain di sekitar istana. Setiap pergi ke istana, ia selalu membawa binatang kesayangannya, seekor nyamuk. Leher nyamuk itu diikat dengan tali dan ujung tali dipegangnya. Nyamuk akan berjalan mengikuti ke mana pun anak itu pergi.

Pada suatu sore, anak itu sedang bermain di sekitar halaman istana. Karena asyik bermain, ia lupa hari sudah mulai gelap. Raja yang baik itu mengingatkannya dan menyuruhnya pulang.

“Orang tuamu pasti gelisah menantimu,” kata raja.
“Baik, Tuanku,” sahutnya, “karena hamba harus cepat-cepat pulang, nyamuk ini hamba titipkan di istana.”
“Ikatkan saja di tiang dekat tangga,” sahut raja.

Keesokan harinya, anak itu datang ke istana. Ia amat terkejut melihat nyamuknya sedang dipatuk dan ditelan seekor ayam jantan. Sedih hatinya karena nyamuk yang amat disayanginya hilang. Ia mengadukan peristiwa itu kepada raja karena ayam jantan itu milik raja.

“Ambillah ayam jantan itu sebagai ganti,” kata raja.

Anak itu mengucapkan terima kasih kepada raja. Kaki ayam jantan itu pun diikat dengan tali dan dibawa ke mana saja. Sore itu ia kembali bermain-main di sekitar istana. Ayam jantannya dilepas begitu saja sehingga bebas berkeliaran ke sana kemari. Ayam jantan itu melihat perempuan-perempuan pembantu raja sedang menumbuk padi di belakang istana, berlarilah dia ke sana. Dia mematuk padi yang berhamburan di atas tikar di samping lesung, bahkan berkali-kali dia berusaha menyerobot padi yang ada di lubang lesung.

Para pembantu raja mengusir ayam jantan itu agar tidak mengganggu pekerjaan mereka. Akan tetapi, tak lama kemudian ayam itu datang lagi dan dengan rakusnya berusaha mematuk padi dalam lesung.

Mereka menghalau ayam itu dengan alu yang mereka pegang. Seorang di antara mereka bukan hanya menghalau, tetapi memukulkan alu dan mengenai kepala ayam itu. Ayam itu menggelepargelepar kesakitan. Darah segar mengalir dari kepala. Tidak lama kemudian, matilah ayam itu.

Alangkah sedih hati anak itu melihat ayam kesayangannya mati. Ia datang menghadap raja memohon keadilan. “Ambillah alu itu sebagai ganti ayam jantanmu yang mati!” kata raja kepadanya.

Anak itu bersimpuh di hadapan raja dan menyampaikan rasa terima kasih atas kemurahan hati raja.

“Hamba titipkan alu itu di sini karena di rumah ibu hamba tidak ada tempat untuk menyimpannya,” pintanya.
“Sandarkanlah alu itu di pohon nangka,” kata raja. Pohon nangka itu rimbun daunnya dan lebat buahnya.

Keesokan harinya, ketika hari sudah senja, ia bermaksud mengambil alu itu untuk dibawa pulang. Akan tetapi, alu itu ternyata patah dan tergeletak di tanah. Di sampingnya terguling sebuah nangka amat besar dan semerbak baunya.

“Nangka ini rupanya penyebab patahnya aluku,” katanya, “aku akan meminta nangka ini sebagai ganti aluku kepada raja!”
Raja tersenyum mendengar permintaan itu. “Ambillah nangka itu kalau engkau suka,” kata raja.
“Tetapi, hari sudah mulai gelap!” kata anak itu. “Hamba harus cepat tiba di rumah. Kalau terlambat, ibu akan marah kepada hamba. Hamba titipkan nangka ini di istana.”
“Boleh saja,” ujar raja, “letakkan nangka itu di samping pintu dapur!”

Bau nangka yang sedap itu tercium ke seluruh istana. Salah seorang putri raja juga mencium bau nangka itu. Seleranya pun timbul.

“Aku mau memakan nangka itu!” kata putri berusaha mencari dimana nangka itu berada. “Kaiau nangka itu masih tergantung di dahan, aku akan memanjat untuk mengambilnya!”

Tentu saja putri raja tidak perlu bersusah payah memanjat pohon nangka karena nangka itu ada di samping pintu dapur. Ia segera mengambil pisau dan nangka itu pun dibelah serta dimakan sepuas-puasnya.

Kita tentu dapat menerka kejadian selanjutnya. Anak itu menuntut ganti rugi kepada raja. Pada mulanya raja bingung, tetapi dengan lapang dada beliau bertitah, “Ketika nyamukmu dipatuk ayam jantan, ayam jantan itu menjadi gantinya. Ketika ayam jantan mati karena alu, kuserahkan alu itu kepadamu. Demikian pula ketika alumu patah tertimpa nangka, nangka itu menjadi milikmu. Sekarang, karena putriku menghabiskan nangkamu, tidak ada jalan lain selain menyerahkan putriku kepadamu.”

Putri raja sebaya dengan anak itu. Akan tetapi, mereka belum dewasa sehingga tidak mungkin segera dinikahkan. Ketika dewasa, keduanya dinikahkan. Raja merayakan pesta secara meriah. Setelah raja meninggal, anak itu menggantikan mertuanya naik takhta. Ibunya juga diajak untuk tinggal di istana.

Manusia Satu Kata

Print This Post Print This Post
VN:F [1.9.3_1094]
Rating: 8.7/10 (374 votes cast)

Hari yang cerah. Raja Mahendra pergi ke hutan untuk menguji kemampuannya berburu. Ia melarang para pengawal mengikutinya masuk ke hutan. Di tengah hutan, tampak seekor kijang asyik makan rumput. Raja Mahendra langsung membidik anak panahnya.

Ah, kijang itu berhasil melarikan diri. Raja Mahendra mengejarnya. Namun ia terperosok masuk ke lubang yang cukup dalam. Ia berteriak sekeras-kerasnya memanggil para pengawal. Namun suaranya lenyap ditelan lebatnya hutan. Selagi Raja Mahendra merenungi nasibnya, ia terkejut melihat seseorang berdiri di tepi lubang.
“Hei! Siapa kau?” tanya Raja. Orang itu tak menjawab. “Aku Raja Mahendra! Tolong naikkan aku!” pintanya dengan nada keras. “Tidak!” jawab orang itu. Raja menjadi geram. Ia ingin memanah orang itu. Namun sebelum anak panah melesat, orang itu lenyap. Tak lama kemudian, jatuhlah seutas tali. Raja mengira itu pengawalnya. Namun, ternyata orang tadi yang melempar tali.

“Jadi kau mau menolongku?”
“Tidak!” jawabnya lagi. Raja menjadi bingung. Katanya tidak, mengapa memberi tali? Apa boleh buat, yang penting orang itu mau menolongnya. Raja Mahendra berhasil naik. Ia mengucapkan rasa terima kasih.

“Maukah kau kubawa ke kerajaan?” tawar Raja.
“Tidak!” jawab si penolong.
“Kalau tidak mau, terimalah beberapa keping emas.”
“Tidak!” jawabnya lagi, tetapi tangannya siap menerima.
Akhirnya Raja Mahendra sadar, bahwa orang itu hanya bisa bicara satu kata. Yaitu tidak. Walau berkata tidak, orang itu dibawa juga ke kerajaan. Sampai di kerajaan Raja Mahendra memanggil Patih.

“Paman Patih, tolong berikan pekerjaan pada manusia satu kata ini. Ia hanya bisa berkata, tidak.”
“Mengapa paduka membawa orang yang amat bodoh ini?”
“Walau bodoh, ia telah menolongku ketika terperosok lubang.” Patih berpikir keras. Pekerjaan apa yang sesuai dengan orang ini.

Setelah merenung beberapa saat, Patih tersenyum dan berkata, “Paduka kan bermaksud mengadakan sayembara untuk mencari calon suami bagi sang putri. Tetapi sampai kini Paduka belum menemukan jenis sayembaranya.”
“Benar Paman Patih, aku ingin mempunyai menantu yang sakti dan pandai. Tetapi apa hubungannya hal ini dengan sayembara?”

“Peserta yang telah lolos ujian kesaktian, harus mengikuti babak kedua. Yaitu harus bisa memasuki keputren dengan cara membujuk penjaganya.”
“Lalu, siapa yang akan dijadikan penjaga keputren?”
Manusia satu kata itu, Paduka.”
“Lho, ia amat bodoh. Nanti acara kita berantakan!”
“Percayalah pada hamba, Paduka.”
Pada hari yang ditentukan, peserta sayembara berkumpul di alun-alun. Mereka adalah raja muda dan pangeran dari kerajaan tetangga. Di babak pertama, kesaktian para peserta diuji. Dan, hanya tiga peserta yang berhasil.

Ketiganya lalu dibawa ke depan pintu gerbang keputren. Patih memberi penjelasan pada mereka. Nampaknya mudah. Mereka hanya disuruh membujuk penjaga keputren sehingga dapat masuk keputren.

Peserta hanya boleh mengucapkan tiga pertanyaan.
“Penjaga yang baik. Bolehkah aku masuk keputren?” tanya peserta pertama.
“Tidak!” jawab si manusia satu kata.
“Maukah kuberi emas sebanyak kau mau, asal aku diperbolehkan masuk?”
“Tidak!”

Pertanyaan tinggal satu.
“Kau akan kujadikan Senopati di kerajaanku, asal aku boleh masuk.”
“Tidak!” ujar si manusia satu kata.
Peserta pertama gugur. Ia mundur dengan lemah lunglai. Peserta kedua maju. Ia telah menyusun pertanyaan yang dianggapnya akan berhasil,

“Penjaga, kalau aku boleh masuk keputren, kau akan kunikahkan dengan adikku yang cantik. Setuju?” pertayaan pertama peserta kedua.
“Tidak!”
“Separoh kerajaan kuberikan padamu, setuju?”
“Tidak!”
“Katakan apa yang kau inginkan, asal aku boleh masuk.”
“Tidak!”
Peserta kedua pun mundur dengan kecewa. Mendengar percakapan dua peserta yang tak mampu masuk keputren, Raja Mahendra tersenyum puas. Pandai benar patihku, katanya dalam hati.
Peserta terakhir maju.

Semua penonton termasuk Raja Mahendra memperhatikan dengan seksama. Raja muda itu tampak percaya diri. Langkahnya tegap penuh keyakinan.

“Wahai penjaga keputren, jawablah pertanyaanku baik-baik. Tidak dilarangkah aku masuk keputren?” tanyanya dengan suara mantap. Raja Mahendra, Patih, dan penonton terkejut dengan pertanyaan itu.

Dengan mantap pula penjaga menjawab.
“Tidak!” Seketika itu sorak-sorai penonton bergemuruh, mengiringi kebehasilan peserta terakhir. Si raja muda yang gagah lagi tampan. Raja Mahendra sangat senang dengan keberhasilan itu. Calon menantunya sakti dan pandai.

Sayembara usai. Manusia satu kata berjasa lagi pada Raja Mahendra. Ia dapat menyeleksi calon menantu yang pandai. Walau bodoh, Raja Mahendra tetap mempekerjakannya sebagai penjaga keputren.

Dikirim Oleh: Rafiif Wasis Ibaadurrahmaan
Sumber Cerita: Oleh Mujinem (Bobo No. 40/XXVII)

VN:F [1.9.3_1094]

Pertumbuhan Balita

Si kecil tumbuh begitu cepat. Untuk memantau perkembangannya, Anda perlu mengetahui tahapan kecerdasan yang harus dicapai bayi tiap bulannya.

Perkembangan kecerdasan bayi mencakup kemampuan perseptual, motorik, kognitif dan keterampilan sosial. Bila tahapan perkembangannya ada yang tidak tercapai, berarti perlu ada yang harus diwaspadai. Inilah standar yang sudah dibakukan berdasarkan penelitian statistik terhadap mayoritas bayi normal. Bila terdapat keterlambatan perkembangan yang tidak terlalu ekstrem, Anda tidak perlu cemas, karena perkembangan setiap bayi memang berbeda-beda. Namun, jika bunda merasa perkembangan buah hati terlalu lambat, saatnya berkonsultasi dengan dokter anak yang menangani tumbuh-kembang balita.

Umur bayi

Tahapan perkembangan

Hal yang disukai bayi

Waspada bila

0-1 bulan

Menunjukkan perilaku pemicu kasih sayang, menangis, meringkuk, mendekut, Mengangkat kepala, Tangan terkepal erat, Menangis, mendengkur, tersenyum, menangis di saat tidur, penglihatan masih buram , Tidur, bangun, makan, secara tidak menentu, Tingkah lakunya lebih sering dilakukan secara refleks

Sentuhan kulit dengan kulit, digendong dengan tangan atau gendongan, makan tanpa dijadwal, mengadakan kontak mata, dan mendengar suara bunda

2 bulan

Terhubung secara visual dengan bunda
Lengan dan kaki relaks, kepala diangkat setinggi 45 derajat, kepala masih terhuyung bila digendong dalam keadaan duduk
Sebagian jari mulai membuka, mulai dapat menggenggam giring-giring
Ia bisa menjerit, membuat suara seperti sedang minum, dada berbunyi
Tersenyum dengan responsif, bisa membaca suasana hati orangtua, sibuk dengan ibu jarinya, mengadakan kontak mata, memerhatikan orang yang bergerak, menangis bila diturunkan dari gendongan
Mulai senang berkomunikasi, protes bila kebutuhannya tidak terpenuhi, memberi isyarat.
Membuat asosiasi bahwa tangisan berarti digendong atau disusui

Digendong dalam kain gendongan, melihat ke arah yang bergerak, suka musik klasik, berbaring di dada ayah

3 bulan

Memainkan tangan
Lengan dan kaki digerakkan secara sempurna, dapat membuat gerakan bebas dan memutar
Kepala diangkat lebih tinggi dari punggung, kepala bisa diangkat tegak saat digendong
Berguling
Sudah bisa menggoyangkan giring-giring, bisa mengisap ibu jari
Membuat suara lebih keras, mulai tertawa
Bisa menyebabkan orang bereaksi dengan senyum, tangisan, dan bahasa tubuh

Bersandar di dada bunda, bermain dengan tangannya sendiri, menunjuk ke sesuatu yang bergerak

4 bulan

Bisa mengamati dengan akurat, sudah bisa mengangkat lengan ketika ingin digendong, tertawa geli bila digelitik
Bisa memeluk dengan dua tangan, menggenggam, memegang dada bunda
Mengangkat dada dan perut atas saat tengkurap
Tahu bahwa orang dan benda memiliki nama (contohnya kucing)

Menyapa si pengasuh dan mengajaknya bermain, memainkan jemari, bermain dengan mainan bayi, menggelindingkan bola, posisi menghadap ke depan bila digendong

5 bulan

Meraih sesuatu dengan satu tangan
Berguling ke belakang, bisa melakukan posisi push-up, bisa mengjangkau jari kaki, mainan dapat dipindahkan dari tangan yang satu ke tangan lainnya dan ke mulut
Menengok ke arah orang yang berbicara, berusaha meniru suara-suara, tertarik pada warna, menggunakan tangan untuk mendorong bila ia sedang tidak mau diganggu

Mendorong dengan menggunakan kaki, memencet hidung bunda, menarik rambut, meraba dan menyembunyikan mainannya, duduk di kursi bayi dan bermain di pangkuan, bermain cilukba

6 bulan

Duduk sendiri, berguling-guling, berdiri dengan berpegangan
Menunjuk mainan, sudah bisa menjumput
Senang akan suaranya: berteriak, tertawa, menggeram, serta meniru sikap wajah dengan lebih baik
Lebih lama bermain

Bermain dengan balok-balok, membanting mainan, diayun-ayun, bila digendong posisinya berubah menjadi di pinggang

6-9 bulan

Merangkak, duduk tegak, mendorong badan ke atas sampai berdiri, menjumput denganibu jari dan telunjuk, makan sendiri (berantakan), menjatuhkan mainan
Terus merespon bila namanya disebut

Bergoyang seirama musik, bermain cilukba, memainkan makanan, permainan yang menggunakan kata-kata dan irama, menggelindingkan bola, tertarik pada objek kecil

9-12 bulan

Sering merangkak, dari duduk bisa menjadi merangkak sendiri, berkeliling di sekitar perabotan, berdiri tanpa berpegangan, langkah pertama masih kaku, belum tegap
Menggenggam erat, menunjuk dan mencongkel dengan jari telunjuk, menumpuk dan menjatuhkan balok-balok, menunjukkan dominasi tangan
Mengatakan “mama” dan “dada”, mengerti kata ‘tidak’, mengerti sikap tubuh seperti melambaikan tangan
Menunjukkan ingatannya akan kejadian yang baru berlalu, ingat letak mainannya ketika tertutupi
Berhenti menangis ketika bertemu bunda, menunjukkan kegelisahan akibat perpisahan

Bermain dengan wadah-wadahan: mencampur, mengisi, menimbun. Merogoh isi kantong ayah, mengamati diri sendiri di depan cermin, membanting dan mencocokkan tutup dengan wadah, menumpuk dua atau tiga balok

  • Belum bisa merangkak
  • Belum bisa tengkurap
  • Tidak dapat mengambil barang yang berada di depannya
  • Belum bisa mengucapkan sepatah kata
  • Belum bisa menirukan gerakan tubuh, tidak bisa melambaikan tangan atau menggelengkan kepala
  • Belum bisa menunjuk barang atau gambar

12-15 bulan

Berjalan
Menggunakan peralatan seperti sikat gigi dan sisir, memegang botol, lebih gampang dipakaikan baju
Mengucapkan 4-6 kata yang dapat dimengerti, mengenali nama dan menunjuk ke orang yang ia kenal, tertawa saat melihat gambar lucu
Mulai mempelajari cara mencocokkan sesuatu

Mendorong dan menarik mainan ketika berjalan, melempar bola, permainan dengan menyentuh, mengosongkan laci dan mengmbil isinya, menjelajahi bahu ayah, berbicara pada mainan, meniru suara binatang

15-18 bulan

Mengerti bahasa sederhana, mengendarai mainan beroda empat, mencoba menendang bola walau sering meleset, membuka laci, menurut ketika dipakaikan baju, mengonsumsi makanan berkuah
Mengatakan 10-20 kata yang bisa dimengerti
Mengamati bermacam bentuk, mengenali gambar di buku
Berlari walau kadang-kadang terjatuh

Mendorong kereta mainan, mengetukkan palu karet mainan, melakukan permainan bagian-tubuh “mana Hidung”, menari seirama dengan musik, memutar dan menekan kenop, bermain cilukba dan berkejaran

  • Belum bisa berkata setidaknya 15 kata

18-24 bulan

Lancar berjalan dan berlari, bisa memanjat keluar dari ranjangnya, membuka pintu, menaiki tangga tanpa bantuan
Mengerti bahasa sehari-hari
Membuka bungkusan, mencuci tangan, duduk di kursi tanpa bantuan
Mengatakan 20-25 kata yang bisa dimengerti
Mencari tahu segala sesuatu sebelum melakukannya, menggambar lingkaran, membuat garis, mengerti dua perintah sekaligus

Menarik kereta mainan, membantu di dalam rumah, berjungkir balik, berdiri di atas pijakan, menggunakan rak, meja, dan kursinya sendiri untuk bermain, “membaca” buku bergambar sambil membalik-balik halaman

  • Belum bisa berjalan
  • Setelah bisa berjalan, berjalannya abnormal
  • Belum bisa merangkai kalimat dari dua kata
  • Belum tahu fungsi alat-alat yang sering dipakai di rumah seperti telepon, sendok, gelas.
  • Belum mampu menirukan gerakan tubuh atau kata
  • Belum bisa menggerakkan mainan beroda.

3 tahun

Berdiri dengan satu kaki

Senang bermain air

  • Masih sering terjatuh saat berjalan
  • Ucapannya tidak jelas
  • Belum bisa menyusun balok
  • Belum bisa berkomunikasi
  • Belum bisa bermain sebagai ayah/ibu
  • Belum bisa memahami perintah sederhana
  • Tidak tertarik pada anak lain
  • Susah berpisah dengan ibu.

4 tahun

Berlari, melompat, memanjat, naik sepeda roda tiga

Menanyakan sederet pertanyaan setiap hari

  • Belum bisa melempar bola
  • Belum bisa melompat
  • Belum bisa naik sepeda roda tiga
  • Masih menangis bila ditinggal pergi orang tuanya
  • Tidak suka permainan interaktif
  • Tidak acuh pada anak lain

5 tahun

Melompat dengan satu kaki, memanjat, bermain sepatu roda, bermain sepeda

Belajar berbahasa lebih baik, bahkan juga bahasa asing

  • Sangat penakut
  • Berprilaku agresif
  • Sulit berpisah dari orang tuanya
  • Tidak mampu berkonsentrasi lebih dari 5 menit
  • Tidak tertarik pada anak lain
  • Merespon orang di sekitarnya dengan datar.
 

Catatan Bunda Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template and web hosting