Sabtu, 11 Desember 2010

The Best Performance

Menjadi Pemimpin yang Baik (How Be The Best Performance)!

Tidak seorang pun bisa menjadi pemimpin yang hebat bila segalanya dilakukan seorang diri, atau karena ingin mendapat pujian, demikian yang dikatakan Andrew Carnegie. Pasti sebagian besar dari kita sependapat dengan Carnegie bahwa kita memerlukan orang lain untuk menjalankan tugas-tugas besar.

Dwight Eishenhower mengatakan bahwa pemimpin yang besar mampu memotivasi orang sehingga mereka mau melaksanakan apa yang diinginkan sang pemimpin karena mereka ingin melakukannya. Namun, masalahnya bagaimana kita bisa memotivasi orang lain sehingga mereka bersedia dengan senang hati melakukan apa yang kita arahkan untuk mereka perbuat. Inilah yang akan dibahas lebih lanjut dalam Tulisan berikut
MULAI DARI MOTIVASI DIRI

Jim Dorman dan John C Maxwell dalam buku mereka Strategi Menuju Sukses mengatakan bahwa sebelum kita memotivasi orang, selain perlu mengetahui tujuan yang ingin kita capai dengan benar, kita perlu juga memiliki motivasi tinggi untuk mewujudkan tujuan tersebut. Tanpa memiliki sendiri motivasi yang tinggi, akan sulit sekali bagi kita untuk memotivasi orang lain
melakukan hal yang sama. Berikut adalah cara untuk memotivasi diri sendiri.

“Cost-Benefit Analysis”. Sebelum kita memulai sesuatu, kenali benar keuntungan yang bisa kita peroleh bersama dengan orang-orang yang kita motivasi karena melakukan kegiatan tersebut, dan kerugian yang diderita jika
tidak melakukan hal ini. Keuntungan yang dianalisis di sini bukan yang menyangkut uang semata, melainkan juga yang menyangkut penghematan waktu, peningkatan reputasi, pembentukan kredibilitas, penciptaan peluang sukses
yang lebih besar, kesehatan, penghargaan, pengalaman, perbaikan, dan lain-lain. Kerugian juga tidak hanya dari segi materi, tetapi juga bisa dilihat dari segi kerugian waktu, kehilangan peluang untuk maju, pencorengan nama baik, sanksi moral di masyarakat, dan lain lain. Jika setelah keduanya dijumlahkan, ternyata keuntungannya lebih besar secara signifikan dari pada kerugiannya, pasti
kita akan sangat termotivasi untuk meraihnya. Kondisi ini akan membantu kita untuk lebih mudah memotivasi orang lain melakukan suatu tindakan.

Misalnya: Pada waktu Indonesia berada di titik pusar krisis ekonomi, banyak perusahaan terpaksa menerapkan kebijakan penghematan biaya pada waktu krisis. Jika sang pemimpin perusahaan bisa meyakinkan diri sendiri bahwa kebijakan ini bisa memberikan keuntungan uang, peningkatan daya saing bagi perusahaan dan karyawannya untuk kelanjutan hidup bersama (perusahaan dan karyawan), maka akan lebih mudah bagi pemimpin tersebut untuk memotivasi diri sendiri (setelah
itu, karyawannya), dibandingkan jika ia hanya mampu melihat cost-benefit ini dari satu sisi saja.

“Sense of urgency”. Ciptakan suatu rasa mendesak untuk melakukan tindakan nyata. Rasa mendesak ini dapat mendorong kita untuk segera melakukan tindakan. Jika kita tidak memiliki rasa mendesak untuk melakukan tindakan tersebut, maka orang lain juga tidak akan termotivasi untuk memulai atau menyelesaikannya dengan segera. Yang bisa kita lakukan untuk menciptakan rasa terdesak adalah dengan menentukan target dan menerapkan kerangka waktu bagi tindakan yang akan kita lakukan. Dengan demikian kita bisa menyusun strategi untuk pelaksanaan tindakan tersebut dengan hasil seoptimal mungkin.

Misalnya: Untuk tindakan penghematan dalam contoh di atas, yang bisa kita lakukan, misalnya adalah menetapkan target penghematan biaya 30% dalam waktu 3 bulan yang dilakukan secara bertahap dengan rata-rata 10% per bulan. Dari penetapan target dan jangka waktu ini, kita cenderung akan merasa “terdesak” untuk melakukan suatu tindakan nyata segera, guna mewujudkan target tersebut dalam waktu yang sudah ditetapkan.

Keyakinan. Orang lain akan bersedia melakukan tindakan yang kita inginkan jika mereka melihat bahwa kita memiliki keyakinan tinggi bahwa tindakan tersebut memang bisa, pantas, dan menguntungkan untuk dilakukan. Tanpa memiliki keyakinan kuat, akan sulit bagi kita menularkan keyakinan ini kepada orang lain. Ada banyak cara untuk membangun keyakinan dalam diri
sendiri. Cara pertama adalah dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang kuat yang menyangkut pelaksanaan tindakan ini. Jika kita belum memilikinya, kita perlu melengkapi diri dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan, misalnya melalui training, konsultasi dengan para ahli di bidangnya, ataupun membaca dan berdiskusi dengan orang-orang yang telah berpengalaman melakukan tindakan tersebut. Cara berikutnya adalah menyusun rencana yang rinci mengenai pelaksanaan tindakan tersebut berikut orang-orang yang terlibat, target, jangka waktu penyelesaian, dan standar prosedur operasional yang jelas.

Misalnya: Untuk kasus penghematan yang sedang kita bahas ini, sang pemimpin perusahaan bisa membaca buku-buku mengenai pemangkasan biaya dan strategi yang bisa diterapkan, berdiskusi dengan pengusaha-pengusaha lain (di dalam maupun di luar negeri) dan menimba pelajaran dari apa yang telah mereka lakukan. Bertanya pada para ahli mengenai strategi mengurangi biaya
produksi. Setelah itu, ia bisa menyusun rencana berdasarkan prioritas, target, prosedur dan jangka waktu pelaksanaan yang jelas.

MODAL DASAR “4 k”

Jika kita telah mampu memotivasi diri sendiri untuk melakukan suatu tindakan, barulah kita siap untuk mulai memotivasi orang lain untuk melakukan tindakan yang kita inginkan.

Kebutuhan. Orang akan terdorong untuk melakukan suatu tindakan karena adanya kebutuhan. Bahkan “kebutuhan” dianggap oleh Abraham Maslow, pakar motivasi, sebagai motivator yang paling kuat. Menurut Maslow, orang-orang memiliki jenis dan tingkat motivasi yang berbeda dalam melakukan suatu tindakan. Beberapa motivasi yang dikemukakan Maslow adalah motivasi untuk memenuhi kebutuhan fisik (makan, minum, sandang, perumahan), kebutuhan akan rasa aman (perlindungan dari bahaya), kebutuhan sosial (sosialisasi, diakui dalam masyarakat), kebutuhan akan pengakuan (penghargaan, status), dan kebutuhan untuk mendapat kesempatan mengaktualisasi diri (pengembangan diri). Yang perlu kita lakukan adalah mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan tersebut dan mencari persamaan antara kebutuhan kita ataupun perusahaan dengan kebutuhan orang-orang yang akan kita motivasi. Persamaan kebutuhan ini akan menjadi alat pemersatu yang memiliki daya dorong luar biasa untuk mencapai hasil nyata.

Misalnya: Pimpinan perusahan bisa mengatakan bahwa tindakan penghematan memang diperlukan agar operasional perusahaan bisa dipertahankan. Jika perusahaan bisa tetap beroperasi, maka karyawanpun bisa tenang bekerja dan mendapat gaji. Jika target penghematan tercapai, perusahaan bisa menjadi gesit untuk bersaing di pasar, sehingga akan lebih mudah meraih peluang-peluang yang ada. Hasilnya, produktivitas meningkat, pemasukan bertambah, dan perusahaan bisa memberikan bonus bagi prestasi yang dapat diraih bersama, dan penghargaan bagi karyawan yang bisa memberikan kontribusi terbesar dalam pelaksanaan tindakan tersebut. Jadi sang pemimpin perusahaan bisa menunjukan bahwa dengan melakukan tindakan penghematan, banyak kebutuhan karyawan yang bisa terpenuhi (kebutuhan akan perkerjaan, keamanan, kelangsungan pekerjaan, kebutuhan bekerja dalam satu tim yang kompak, dan peluang untuk mendapat penghargaan karena berprestasi).

Kompetensi. Para ahli berpendapat bahwa setiap pada dasarnya ingin dihargai. Setiap orang senang mendapat pujian yang tulus. Setiap orang juga rindu diakui orang lain karena kemampuan, prestasi yang diraihnya. Charles Schwab juga mengatakan bahwa orang lain akan melakukan pekerjaannya dengan kualitas lebih baik atas dasar dorongan sebuah pujian dibandingkan dengan ancaman. Dornan dan Maxwell juga menegaskan bahwa setiap orang senang untuk menjadi seorang ahli. Jika seorang pemimpin memotivasi pengikutnya dengan menggunakan pendekatan kompetensi ini, maka pemimpin tersebut mengangkat harga diri para pengikut, sehingga akan lebih mudah bagi si pemimpin untuk memotivasi bawahan untuk bekerja sama meraih sukses.

Misalnya: Untuk memotivasi orang untuk melakukan penghematan di bidang masing- masing, sang pemimpin bisa berkata, misalnya: “Anda memiliki kemampuan dan pengalaman yang di bidang pekerjaan Anda masing-masing. Dengan itulah Anda pertama-tama diterima bekerja di sini. Saya yakin, dengan kedua modal penting ini, Anda akan mampu melihat celah peluang yang bisa diraih untuk melakukan penghematan di bidang kerja Anda masing-masing.”

Keakraban. Jika kita perhatikan, orang-orang dekat dengan kita mempunyai kemampuan yang besar untuk mendorong kita agar rela bersedia melakukan banyak hal untuk mereka, tanpa pamrih dan tanpa diperintah sekalipun. Mengapa hal ini bisa terjadi? Alasannya adalah karena kita akrab dengan mereka, mengasihi mereka, dan menganggap mereka sebagai bagian yang penting dalam hidup kita, sehingga kita senantiasa ingin membuat mereka merasa aman, dan merasa bahagia. Demikian pula dengan orang-orang
yang akan kita motivasi. Dengan mereka kita perlu menjalin “keakraban” sehingga bisa saling menghormati, menghargai, mengasihi dan saling menganggap penting. Keakraban ini perlu dibina dan dipupuk setiap saat agar tidak layu dan mati.

Misalnya: Untuk menjalin keakraban dengan para pengikut, seorang pemimpin perlu mengenal para pengikutnya dengan baik, sering berinteraksi dengan mereka, bersedia mendengar keluhan mereka dan bersama mereka mencoba mencari jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi. Pemimpin juga perlu memberikan kesempatan bagi orang lain untuk menyatakan pendapat mereka, ia juga perlu menghargai pendapat mereka, dan membantu mereka menciptakan peluang sukses. Setiap tindakan yang diambil seorang pemimpin harus memperhatikan dampaknya bukan semata-mata pada untuk dirinya sendiri, tetapi juga pada orang-orang yang ingin dimotivasi, sehingga mereka merasa diperhatikan, diperjuangkan, dan dihargai.

Komunikasi. Orang akan bersedia melakukan suatu tindakan, jika mereka juga tahu dengan jelas tindakan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukanya, apa yang harus dilakukan jika menghadapi masalah. Semua ini perlu dikomunikasikan seorang pemimpin pada para pengikutnya. Tanpa komunikasi yang lancar, tindakan akan sulit dilaksanakan. Kalaupun bisa dilaksanakan, kemungkinan akan terjadi masalah dalam pelaksanaan menjadi besar. Tanpa komunikasi yang lancar, konflik cenderung akan terjadi. Jadi seorang pemimpin perlu mengkomunikasikan dengan jelas, dalam “bahasa” yang dimengerti oleh orang yang akan dimotivasi. Efektifitas komunikasi akan lebih meningkat jika disertai contoh yang jelas.

Misalnya: Dalam memberi motivasi, perlu dijelaskan tujuannya, target yang ditentukan, prioritas kegiatan yang harus diselesaikan, prosedur pelaksanaan, orang-orang yang perlu dihubungi, risiko yang dihadapi, peluang yang menanti. Semua ini perlu dikomunikasi secara bertahap sesuai dengan kapasitas serap para pengikut, agar tidak terjadi “information overload.” Komunikasi yang jelas juga mencakup pemberian kesempatan pada anak buah untuk bertanya. Selain itu, pemimpin juga harus bersedia mendengarkan masalah, kebingungan yang dihadapi anak buah. Mengkomunikasi dengan jelas apa yang ada dibenaknya merupakan keterampilan yang perlu diasah seorang pemimpin.Agar kita bisa menguasai seni memotivasi orang lain, yang perlu kita lakukan terlebih dahulu adalah memotivasi diri sendiri. Setelah itu, barulah kita bisa memotivasi orang lain dengan mengidentifikasikan
kebutuhan mereka, kemampuan mereka, menjalin keakraban dengan mereka, dan membina komunikasi yang jelas dan lancar. Dengan semua inilah kita bisa memotivasi orang lain sehingga mereka tidak merasa terpaksa melainkan dengan senang hati melakukan pekerjaan yang kita berikan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Catatan Bunda Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template and web hosting